Jangan salahkan aku bila nantinya aku mulai berubah bahkan mungkin menjauh. Aku sudah mulai terusik dengan setiap pertanyaan yang kau ajukan kepadaku. Harusnya kau bisa belajar, bila sebelumnya aku lebih menikmati kesendirianku. Harusnya kau bisa memahami, bila sebelumnya aku merasa nyaman dengan kebebasanku. Itu bila memang benar kau bisa mengerti aku, seperti yang pernah kau utarakan. Kau tau, tak mudah untuk bisa mengumpulkan rasa dan kekuatan hati agar ia mau menerima kehadiran seseorang lagi. Aku masih belajar untuk bisa menata hatiku, aku masih belajar untuk bisa menerima, dan itu tak mudah bagiku. Sebelumnya aku mudah terhasut oleh perasaan janggal nan aneh yang mungkin tidak pada tempatnya, tapi aku memilih diam. Aku belajar untuk tak banyak bertanya saat perasaan itu hadir. Mencoba untuk berdamai dengan kata "Percaya". Dan sesaat aku berfikir, mungkin ini rasa yang dulu pernah ia rasakan, tak nyaman. Komunikasi, seseorang dari luar pernah berbicara padaku. Ya...
Baru saja sejenak aku pejamkan mata, setelah aku mampu kendalikan rasa sakit yang mendera. Tapi hingar bingar suara kendaraan dan suara mereka yang berbincang-bincang membuatku terjaga dari tidurku. Ku lirik jam di ponsel yang sedari tadi tak sadar aku genggam. Jam 12:30 siang. Sejenak ku hela nafas panjang untuk mengembalikan kesadaranku. Penasaran, berisik apa sih. Ku intip dari balik kain usang yang tegantung di kusen pintu, ternyata hanya sekumpulan anak-anak muda yang hari ini baru kembali ke bangku sekolah, kembali mengenyam pendidikan setelah libur panjang yang mereka nikmati 2 minggu terakhir. Aku tersenyum teringat saat aku masih berada di masa usia mereka. Memakai seragam Putih Abu, bangga karena pada masa itu aku beranjak dewasa, boleh pacaran, kata almh mamah ku dulu. Tapi bukan itu, melainkan karena banyak kisah di sana. Suka, duka, tawa dan Air mata. Tiga tahun aku menjalani kehidupanku sebagai murid SMA (2001-2004). Tahun pertama, tahun yang tak meng...
Aku mengejar ini, maklum kuota terakhir. Sekalipun aku bingung apa yang akan aku tuliskan tapi ya sudahlah, kan ku biarkan jemari ini menari di atas keyboard sesuka dia. Ketika satu persatu mulai asik dengan dunianya, ketika satu per satu mulai bisa melupakan dan ketika satu persatu mulai dilupakan. Aku memilih diam dengan caraku. Entah ini sudah yang keberapa kalinya, tapi ya sudahlah mungkin sudah waktunya aku berdiam. Akan menyalahkan siapa? sepertinya aku kan menyalahkan diriku sendiri, untuk apa aku pun tak tau sebenarnya. Hari ini aku mendengar kawanku menangis, ya kawanku yang beberapa hari lalu mempertaruhkan nyawanya demi sang Rizky tercinta, buah hatinya. Ia masih harus terbaring di rumah sakit. Ia menelfon kawan tempatku bekerja hanya untuk berbicara kepadaku, mungkin untuk menanyakan perihal asuransi kesehatannya. Tapi ternyata bukan hanya itu, ia menangis memanggilku dan berbicara dengan logat sundanya "teteh... kumaha ieu, tadi tos USG terus kedah di kiret masi...
Comments
Post a Comment