Selarik Kata Putus Asa

Ketika jemari tak mampu lagi menggenggam, ketika tangan tak mampu lagi tuk menggapai. Kan kulepaskan pelukan hujan secara perlahan. Setidaknya aku masih bisa mencoba untuk tetap menari dalam rinai hujan, setidaknya hujan menyamarkan hingar bingar cacian yang ditujukan padaku oleh mereka. Sadarku, aku memang tak sempurna. Iis dahlia bilang "apalah apalah", cita citata bilang "Aku mah apa atuh".
Sadarku aku bukan siapa-siapa, aku cuma pencari perhatian orang-orang disekelilingku agar aku dikenal banyak orang, bukan begitu kawan?

Sindiran itu menohok bagian terdalam diri ini. Mungkin memang begitu cara mereka menyapaku. Tapi ya sudahlah, mungkin ini konsekuensi yang harus aku terima. Mungkin sudah waktunya aku untuk pergi, mundur teratur secara perlahan.

Terimakasih bumi pertiwi, kau telah ajarkan ku keindahan dalam hidup. Terimakasihku karena kau beri kesempatan padaku untuk menikmati anugerah terindah Tuhan. Tetaplah indah dan tetaplah berseri wahai Bumi. Dan untukmu duhai sang langit, terimakasihku karena telah kau beri waktu untukku menikmati senjamu, kau telah ajarkan ku keikhlasan dalam hidup. Terimakasihku karena kau tunjukkan padaku kebesaran Illahi. Tetaplah bersinar dan tetaplah sirami bumi dalam tiap bait doamu.



Giey
25 Maret 2015

Comments

Popular posts from this blog

Hhhh...

Romansa Putih Abu-Abu ( 1 )

Tarian Jemariku