Jingga di Batas Senja

Aku masih melihatnya berharap, aku masih melihat kecemburuan dari matanya saat aku bersama yang lain. Dan ya, ia akui semuanya itu. Aku pernah berkata padanya "untuk apa, aku ini siapa?hanya temanmu tak lebih, bukan istrimu yang pantas untuk kau cemburui saat ia asik dengan dunianya dan mengacuhkanmu". Dan ia tetap dengan rasanya entah sampai kapan.

Saat ini jujur ku akui, aku sedang menyimpan rasaku pada Tebing, ya sebut saja begitu. Entahlah rasa itu muncul begitu saja saat aku melihatnya dari jarak yang begitu dekat. Dia mengingatkan ku pada nya -Lee- hanya pada saat itu saja. Setelahnya semua menjadi berbeda. Aku tak lagi melihat sosok Lee pada Tebing, aku kini melihatnya sebagai Tebing ya hanya sebagai dirinya sendiri.
Ketika bersamanya ada saja hal baru yang aku alami, yang belum bernah aku rasakan sebelumnya.
Aku mencoba acuhkan rasa yang aku alami, aku mencoba memunafikan diri, tak ingin mengakui apa yang tengah terjadi. Bersembunyi pada rasa, berbohong pada hati.

Senja sore itu berbisik padaku beberapa hari kemudian, "Kau tak akan pernah bisa membohongi hatimu, tak ada salahnya dengan rasa, biarkan ia mengalir pada tempatnya, biarkan ia memberi warna baru dalam hidupmu, tak perlu takut, karena aku kan tetap menemanimu."
Hingga akhirnya aku mencoba mengakui pada diri jika rasa itu semakin kuat mencengkeram, semakin yakin rasa itu untuknya saat ia berdiri dengan sinar yang lain, aku cemburu.

Tebing memahami hatiku rupanya, dia berkata "Aku telah memilihmu, maafkan jika aku payah. Tapi aku tak akan berpaling. Aku tau hatimu, aku hanya ingin mendengar lisanmu bercerita tentang kita."

Tebing maafkan aku, seandainya kau tau apa yang sedang aku selami mungkin tak akan kau ucapkan kata jika kau tak akan berpaling. Aku masih menantinya, ia mata air yang aku temukan saat aku merasakan kehausan yang luar biasa, ia mata air yang aku temukan saat aku payah. Aku masih menantinya hingga esok. Sampai akhirnya mata air itu mengering, tak lagi mampu membasahi tenggorokanku.

Dan senja, kau benar aku tak akan pernah bisa membohongi hatiku. Terimakasih untuk tetap menemaniku dengan senyum indah dan keikhlasanmu. Duhai Mentari, terimakasih telah mengajariku untuk tetap tertawa riang sekalipun belahan bumi lainnya mengalami kegelapan, sekalipun sebagian langit lainnya tertutup kesedihan.

Senyumku untukmu senja, dan kisahku hanya kan ku ceritakan padamu, Saat kata tak mampu lagi terucap dari bibirku.



-Giey-
07.10.2014 

Comments

Popular posts from this blog

Hhhh...

Romansa Putih Abu-Abu ( 1 )

Tarian Jemariku