Ridho

 
“Tragis mana, turun dari gunung kaki terkilir atau turun dari gunung diputusin kekasih?” Ia bertanya padaku tentang apa yang ia alami hari itu. Aku tersenyum tak segera menjawab tanyanya. Hingga akhirnya aku berkata “Tragis turun kaki terkilir.” Kau tau kenapa aku memilih itu? Bagiku putus cinta dalam hal berpacaran (aku malas menyebut ini sebenarnya) adalah hal yang biasa, tapi bila kaki terkilir gerak langkah kita terbatas. Bersyukurlah karena dengan begitu kau tau jika mungkin dia bukan yang terbaik untukmu.

Kau tak perlu membencinya atau bahkan menggalau berkepanjangan karena hal ini. Berterimakasihlah pada wanitamu, karena bagaimanapun dia pernah menjadi bagian dari kisahmu, dia pernah berimu semangat untuk terus menatap ke depan, dia pernah ada mengisi  tiap lembar buku harianmu, walau pada akhirnya semua kisah ini berakhir tanpa air mata.

Mungkin pernah kau membayangkan untuk bisa bersamanya hingga akhir usiamu, atau mungkin juga kau pernah membayangkan untuk dapat menapaki puncak tertinggi dalam hidupmu bersamanya. Kita manusia, hanya mampu berencana,membayangkan dan berusaha untuk mewujudkannya menjadi nyata. Tapi, Tuhan tau yang terbaik untuk kita. Dia berikan apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan. Apa yang kau alami ini belum ada apa-apanya bila kau mampu bandingkan dengan apa yang mereka alami diluar sana. Kau tau, kisahmu ini bukanlah hal yang istimewa menurutku. Ini hal lazim pernah terjadi pada semua yang memiliki pasangan. Pun dengan mereka yang telah menikah.
Maaf, bukan maksudku untuk menggurui mu kawan, tapi aku hanya tak ingin melihatmu menjadi laki-laki cengeng hanya karena hal sepele.

Untuk apa kau jauh mendaki hingga kepuncak, bila ternyata tak kau dapatkan ketegaran itu? Untuk apa kau jauh-jauh menjelajah hutan bila begini saja kau tak mampu bertahan? Hanya inginkan sebuah pengakuankah bahwa kau seorang Pecinta Alam?Pendaki tangguh yang setia pada wanitamu atau apa?
Pernahkah kau mendengar tentang pertanyaan  Apa yang kau dapatkan dari mendaki? aku yakin kau pernah mendengar itu. Dan akupun pernah mendapatkan pertanyaan yang sama dari kakakku. Seandainya aku tak mampu menjawabnya, berhentilah satu kisahku sampai di situ. Mendaki tak hanya sekedar sebagai gaya hidup, atau bahkan untuk kesombongan. Banyak hal yang dapat kita petik dari sana, bukan melulu tentang ilmu pendakian, tapi lebih ke ilmu kehidupan. Tapi aku tak akan bahas itu di sini, karena aku bukanlah pendaki :)

Dan aku hanya ingin berkisah tentangmu kawan bukan tentangku. Tetaplah menatap ke depan, bila kau rasa waktu terasa berjalan lambat, sebenarnya bukanlah waktu yang berjalan lambat, melainkan langkahmu yang lambat berjalan. Simpan kisah masalalumu dalam buku harianmu, bukan untuk kau buka kembali, tapi hanya sekedar pengingat bahwa kau pernah alami fase itu. Ambil buku harianmu yang baru, isi tiap lembar kisahnya dengan cerita yang indah. Masa depanmu masih panjang kawan, ini tak berarti apa-apa bila kau mau melongok sekejap saja pada pria-pria lain di luar sana.
Selamat berjuang…

Jangan biarkan waktumu terbuang percuma hanya untuk memikirkan dia yang (mungkin) tak  pernah memikirkanmu.


-Giey- 
27.08.2014 (14:54)

Comments

Popular posts from this blog

Hhhh...

Romansa Putih Abu-Abu ( 1 )

Tarian Jemariku