Dia Senja
Entahlah, aku selalu merasa kurang nyaman untuk berbagi kisah pada seseorang. Pernah aku mencoba untuk bercerita pada seorang kawan, ia memang mendengar tapi kemudian menanggapinya dengan tertawa. Padahal saat itu aku tak sedang bercerita tentang hal yang lucu.
Pun begitu dengan dia, seseorang yang pernah dan masih (mungkin) menjadikan ku buku harian untuk kisah hidupnya. Tetapi, sayangnya ia seolah tak bisa menjadikan dirinya sebagai buku harian untuk kisah hidupku. Ia memang mendengarkan ku (mungkin), tetapi kemudian ia hanya berkata sedikit saja dan bukan itu yang aku harapkan, karena sepertinya ia tak mengerti.
Dan, itulah mengapa aku lebih memilih menceritakan kisah ku ke dalam sebuah tulisan pada secarik kertas. Mereka tak perlu menanggapi apa yang ku kisahkan, hanya cukup membaca, mungkin sedikit memahami, dan aku tak perlu repot mendengar mereka berpendapat dan atau bahkan tertawa.
Ya, aku pun lebih memilih berkisah pada Tuhan ku, karena hanya Dia lah satu-satunya yang mengerti tentangku jauh sebelum aku alami kisahku.
Tak jarang akupun bercerita pada cermin lemari, pada dinding kamar ku,dan pada boneka kesayangan ku. Mungkin terdengar aneh, tapi hal itu berikan rasa nyaman pada diri. Saat bercerita pada cermin, ketika aku menangis ia kan ikut menangis, dan setelah ku luapkan semuanya ia seolah beri ku kekuatan, ia tersenyum percaya padaku bahwa aku mampu lewati ini semua, semuanya. Merengkuh pundakku dan berkata "Kau kan baik-baik saja,percayalah Tuhan beri kau kekuatan lebih untuk hadapi semuanya".
Aku percaya, suatu saat nanti aku kan bertemu dengan seseorang yang mau mendengarkan ku berkisah dan ia mengerti. Seseorang yang juga mau membagi kisahnya denganku dan ku mengerti. Seseorang yang menjadikanku bagian dari kisahnya. Seseorang yang menjadi bagian dari kisahku. Seseorang dari bagian tubuhku sendiri.
-Giey-
10.09.2014
Comments
Post a Comment