Kisah Kemarin "Aku Bukan Buku Harianmu (Lagi)"

yantisugiyanti.blogspot.com

Hari ini hari dimana aku mendapatkan jawaban atas segala tanya yang ada dibenakku selama ini tentang dia, tentangnya yang mulai menepi. Dan ternyata dugaanku tepat, tak pernah jauh kisah itu dari teduhnya cahaya rembulan.

Hari ini, hari dimana aku baru menyadari bila aku ini seperti buku harian untuknya. Saat aku ungkapkan ini padanya dia tak mengerti. Dan aku berkata, Kau tau apa yang orang lain lakukan pada buku harian? Dia bebas mengekspresikan segala rasa yang dia alami diatasnya, mengukirnya tentang kisah kasih, tentang rasa kesal,senang,sedih,amarah dan tentang hal lainnya. Tak sadarkah kau selama ini?

Maaf, kata itu dengan mudah terlontar darinya. Entah apakah dia pernah memikirkan perasaanku sedikit saja, pernahkah ia?

Terasa lucu, karena ini pun terjadi karena kebodohanku. Aku terlalu berharap dan selalu tak pernah berhenti untuk berharap, jika senja bisa menggantikan kekagumannya pada teduhnya cahaya rembulan. Hanya ternyata aku salah, dia tak pernah berpaling sekalipun cahaya itu tak pernah muncul dia tetap setia menantinya.
Dia pernah berkata bila aku tak akan pernah bisa menggantikan posisinya, karena aku memiliki apa yang tak “dirinya” miliki, dan aku tetap ada diruang hatinya yang lain. Ya, aku memang ada di ruang hatinya yang lain (mungkin), tapi jauh di sudut sana, nyaris tak terlihat bahkan terjamah. Dan kau berkata “aku berharap melewati masa pertemuan kita, bila pada akhirnya hanya ada rasa sakit” –akupun berharap hal yang sama-

Aku telah lama bertahan dengan keadaan ini, dengan rasa sakit, tapi entah aku selalu merasa senang bila ia berbagi kisahnya denganku, namun hari ini aku memutuskan untuk mencukupkan semuanya. Aku sadar, aku tak kan pernah bisa mendapatkan apa yang selama ini aku tunggu. Semuanya hanya hal semu, tanpa arti.
Mungkin aku akan merasa sangat kehilangan, karena mencari orang yang mengerti dengan apa yang aku ungkapkan melalui cara yang berbeda itu sulit. Selama ini hanya kamu yang mampu mengerti tentang kata yang aku tuliskan, hanya kamu yang memahami tentang kisah yang aku ceritakan.
Mungkin nanti, tak akan ada lagi senja yang sama untuk kita tatap, semburat jingga untuk kita berbagi kisah,dinginnya udara tempat kita saling bercerita, menangis dan tertawa bersama. Aku akan merindukan setiap detik waktu yang pernah kita lewati bersama.

Aku pernah memintamu untuk menemaniku menatap indahnya awan dari atas sana, dan kau berkata “aku tak bisa”. Tak apa, kisah kemarin adalah kisah pertama dan mungkin kisah terakhir kala kita tertawa, tersenyum,  merasa lelah saat menapaki puncak tertinggi Jawa Barat walaupun kita tak pernah menatap indahnya awan bersama. Tapi setidaknya kita pernah menatap langit jingga yang sama.

Terimakasih atas kisah yang pernah ada, terimakasih atas rasa nyamanmu untuk berbagi tiap detail cerita padaku. Ini waktunya untuk aku pergi, untuk aku bisa melupakanmu dan kau lupakan aku. Waktunya aku berbenah diri dengan perlahan dari rasa sakit, menutup lembaran yang pernah kau tuliskan, aku berdoa untukmu yang terbaik. Maafkan aku, bila esok aku tak lagi bisa menjadi buku harianmu, kau telah temukan buku harianmu yang sempat hilang kemarin, berbagilah dengannya, tuliskan kisah indahmu di sana. Dan aku yakin dia kan menjadi buku harianmu hingga hari esok, hingga mimpi dan harapanmu terwujud, tanpa ada satupun lembar kosong yang tak terisi, bahkan dia tak hanya sekedar menjadi buku harianmu, kan menjadi lebih dari itu.

Aku bahagia bila kau bahagia, ungkapan itu terlalu berat untuk aku ucapkan kepadamu. Cukupkan aku berkata aku kan tersenyum saat kau tersenyum kepadaku.



-Giey- #aku bukan buku harianmu (lagi)
31 Juli 2014 (21:00)

Comments

Popular posts from this blog

Hhhh...

Romansa Putih Abu-Abu ( 1 )

Tarian Jemariku