Kau dan Rembulanmu
Terlalu asik aku tenggelam pada dimensi
yang tak nyata, semalam. Hingga pada akhirnya aku menepikan pandanganku pada
barisan kata-kata yang pernah sepintas
aku baca sebelumnya. Begitu menusuk
dalam.
Ku korek kembali barisan kalimat-kalimat
yang penuh kisah yang bermakna bagi sang penulis. Ya, di sana dapat ku temukan sejumput luka,
dapat ku rasakan jika ia sakit namun ia tetap bertahan dengan rasa yang ada.
Mungkinkan itu yang dinamakan dengan kesetiaan? Ketika rasa sakit terhianati
menjalar pada hati, namun rasa yang lain menutupi untuk samarkan luka, agar
mampu bertahan.
Tak habis fikir kadang dengan jalan
fikirannya. Firasat yang ia miliki begitu kuat. Bila bukan dia, mungkin
indahnya rembulan itu telah ia tinggalkan dan memilih untuk tidur. Namun ia
tetap menatapnya, hingga fajar menjelang. Dan ketika senja hadir, ia mengatakan
pada langit jingga, bila hadirnya sedikit mengobati kerinduan pada imajinasi.
Tapi, senja hanyalah senja. Kehadirannya
hanya sesaat, semburat jingga itu perlahan menghilang berganti dengan warna
pekat pada langit.
Dan ia masih terpaku menatap ke arahnya,
menanti setitik cahaya putih yang perlahan mampu mengindahkan langit, Rembulan…
Comments
Post a Comment