Dari Film : Di Timur Matahari



“Tuhan menciptakan tangan bukan untuk menyakiti. Laki-laki tak boleh memukul wanita, dan wanita tak boleh memukul laki-laki. Wanita diciptakan dari tulang rusuk laki-laki, jika laki-laki menyakiti wanita itu sama dia menyakiti diri sendiri. Dan, Tuhan menciptakan manusia untuk saling mengasihi.”
Sepenggal nasihat indah dari seorang mama pada anak laki-lakinya.

Awalnya tak mengira bila jalan ceritanya begitu indah. Ada perbedaan, peperangan dan kedamaian.
Antara tugas kemanusiaan, antara janji, antara kode etik dan antara-antara lainnya dimana kita harus memilih salah satunya. Ada  Kemandirian, keceriaan dan air mata. 

Mereka tak pernah meminta untuk dilahirkan di sana, hingga sampai akhirnya mereka mencintai tanah kelahirannya. Begitu jauh dari ibu kota, seolah tak pernah terjamah, pendidikan apalagi teknologi. Tapi keceriaan tak pernah hilang dari wajah polos mereka. Dengan hitamnya kulit, dengan rambut keritingnya, mereka berkata “kamilah papua”.
Adat masih begitu kental, bila satu tersakiti (terbunuh) maka yang lain akan menyatakan perang, saling berhadapan mengangkat busur dan panah, secara jantan. Tak ada lagi damai, satu persatu mati akibat panah yang beracun, rumah adat terbakar, istri dan anak-anak menangis kehilangan. “Cinta itu indah, kehilanganlah yang sangat menyakitkan”.

Bagi mereka yang ditugaskan di sana, mereka pun harus memilih. Karena mereka disana bukan untuk menghalalkan perang, mereka hanya membantu seperti apa yang telah ditugaskan. Pasti ada Rasa sakit, pedih, rasa bersalah hadir saat hanya mampu melihat mereka yang mati satu-persatu dihadapan tanpa bisa berbuat apa-apa. Hingga nurani yang berkata, dan akhirnya membuat satu pilihan untuk tetap membantu apapun yang terjadi.
Kedamaian tak sedikit datang dari anak-anak, bahkan lebih sering. Begitupun saat perang, dengan syahdu mereka menyanyikan lagu kebanggaan mereka, berdiri diantara busur dan panah yang masih siap untuk menghunus, tetap bernyanyi berharap perang berakhir. Dan harapan itu nyata, Tuhan kabulkan doa dan harapan mereka, Tuhan menyeka air mata mereka untuk menjadi senyum, dan Tuhan menggenggam tangan mereka untuk salurkan kedamaian.

“Saling memaafkan adalah pilihan terbaik karena cinta dan kedamaian akan membawa kebahagiaan bagi anak-anak kita”

Ketika semuanya menjadi mahal di sana, ketika semuanya menjadi sangat berharga di sana, ketika itu pula kita kan berkata “Pantas saja mereka menginginkan merdeka”. Mungkin mereka tak begitu menginginkankan perubahan yang besar, mereka hanya ingin tanah mereka aman, mereka hanya ingin kedamaian, dan mereka hanya ingin keadilan.

Mereka satu, mereka anak bangsa, anak ibu pertiwi, jadi jangan jadikan mereka anak tiri  di negeri sendiri.


*Di Timur Matahari*

-Giey-
28 Juli 2014 (23:48)

Comments

Popular posts from this blog

Hhhh...

Romansa Putih Abu-Abu ( 1 )

Tarian Jemariku