Aku, Pena dan Selembar Kertas


Terkadang aku lupa caranya bicara dalam amarahku dan dalam kesedihanku. Aku lebih memilih untuk diam, memendam sendiri apa yang ku rasa, menuangkannya pada secarik kertas, mengisinya dengan tinta hitam tak karuan dan tak jarang aku berbicara lewat air mata.

Air mata adalah caraku berbicara saat kata tak mampu aku ucapkan, air mata adalah doa saat aku tak mampu berucap, dan air mata adalah cara menyembuhkan luka yang pernah ada dalam hati. Tulisanku adalah apa yang aku dengar, aku lihat dan aku rasakan. Tak sedikit orang yang menghujat dengan kata Lebay.  Mereka bilang aku lebay, sok puitis, sok philosphyst dan sok pujangga. Tapi aku tak peduli, inilah aku, inilah caraku untuk mengungkap isi hati dan fikiranku, saat tak mampu bicara, saat tak ada kawan yang mau mendengar. Ini sudah lama aku lakukan sebelum tekhnologi hadir begitu canggihnya di bumi pertiwi ini. 
Saat aku tak mengerti apa itu handphone, saat aku tak pernah menyentuh apa itu komputer dan laptop. Saat belum adanya sosial media yang dapat dinikmati oleh berjuta makhluk bumi dari anak-anak sampai yang tua. Aku telah menulis, aku telah membuat coretan demi coretan tinta pada lembar kertas.


Aku bukan seorang sastrawan yang menggunakan perumpamaan bahasa atau menggunakan kata dalam istilah yang terkadang hanya beberapa orang dapat mengerti. Aku menulis dengan sederhana, dengan caraku dan aku berbicara dengan sederhana lewat jemari tanganku.

Comments

Popular posts from this blog

Hhhh...

Romansa Putih Abu-Abu ( 1 )

Tarian Jemariku